Meski Tak Dapat Kursi Parpol Bisa Usung Calon

Meski

Meski Tak Dapat Kursi Parpol Bisa Usung Calon

Meski
Meski Tak Dapat Kursi Parpol Bisa Usung Calon

GlobalNews, meski – Belum lama ini, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan lebih dari satu gugatan berasal dari Partai Buruh dan Partai Gelora perihal Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah atau UU Pilkada.

Hasilnya, sebuah partai atau paduan partai politik (parpol) bisa mengajukan calon kepala area meski tidak punya kursi DPRD. Tentunya dengan syarat tertentu.

Putusan MK atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 selanjutnya telah dibacakan majelis hakim di dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.

Adapun mengisi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, “Dalam hal Partai Politik atau paduan Partai Politik mengusulkan pasangan calon gunakan keputusan beroleh paling sedikit 25 % berasal dari akumulasi perolehan nada sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan itu cuma berlaku untuk Partai Politik yang beroleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”

Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi berasal dari Pasal selanjutnya sebetulnya serupa dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.

“Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, supaya mesti pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” tutur Enny di dalam persidangan, Selasa 20 Agustus 2024.

Kemudian, di dalam perkara ini, Partai Buruh diwakili Said Iqbal selaku Presiden dan Ferri Nurzali selaku Sekretaris Jenderal. Sedangkan Partai Gelora diwakili Muhammad Anis Matta selaku Ketua Umum dan Mahfuz Sidik selaku Sekretaris Jenderal.

“Amar putusan, mengabulkan permintaan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK.

Berikut sederet fakta perihal MK kabulkan gugutan parpol bisa usung Calon Gubernur meski tak bisa kursi DPRD :

1. Putusan Dibacakan Ketua MK, Parpol Tak Punya Kursi di DPRD Bisa Calonkan Kepala Daerah

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala area dan calon wakil kepala daerah.

Lewat putusan ini, Mahkamah Konstitusi perlihatkan partai politik yang tidak beroleh kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu cuma didasarkan pada hasil perolehan nada sah di dalam pemilu di area yang bersangkutan.

“Amar putusan, mengabulkan permintaan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa 20 Agustus 2024.

Dalam perkara ini, Partai Buruh diwakili Said Iqbal selaku Presiden dan Ferri Nurzali selaku Sekretaris Jenderal. Sementara itu, Partai Gelora diwakili Muhammad Anis Matta selaku Ketua Umum dan Mahfuz Sidik selaku Sekretaris Jenderal.

2. MK Sampaikan Pertimbangan dan Esensi Pasal yang Sebenarnya

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan lebih dari satu gugatan berasal dari Partai Buruh dan Partai Gelora perihal Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau paduan partai politik bisa mengajukan calon kepala area meski tidak punya kursi DPRD. Tentunya dengan syarat tertentu.

Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 selanjutnya telah dibacakan majelis hakim di dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.

Adapun mengisi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, “Dalam hal Partai Politik atau paduan Partai Politik mengusulkan pasangan calon gunakan keputusan beroleh paling sedikit 25 % berasal dari akumulasi perolehan nada sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan itu cuma berlaku untuk Partai Politik yang beroleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”

Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi berasal dari Pasal selanjutnya sebetulnya serupa dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.

“Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, supaya mesti pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” tutur Enny di dalam persidangan.

Inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada selanjutnya pasti berdampak pada pasal lain, seperti Pasal 40 ayat (1).

“Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut berasal dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka pada hal demikianlah Mahkamah mesti pula menilai konstitusionalitas yang utuh pada norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016,” ungkapnya.

Adapun mengisi pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebelum diubah yakni, “Partai Politik atau paduan Partai Politik bisa mendaftarkan pasangan calon jika telah mencukupi persyaratan perolehan paling sedikit 20 % berasal dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 % berasal dari akumulasi perolehan nada sah di dalam penentuan lazim bagian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di area yang bersangkutan.”

3. Syarat Parpol dan Gabungan Parpol Dapat Mendaftarkan Pasangan Calon di Pilkada

Atas gugatan tersebut, MK memutuskan mengabulkan lebih dari satu dengan amar putusan yang mengubah mengisi berasal dari Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebagai berikut:

Partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu bisa mendaftarkan pasangan calon jika telah mencukupi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih selalu hingga dengan 2 juta jiwa, partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu mesti beroleh nada sah paling sedikit 10 % di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih selalu lebih berasal dari 2 juta jiwa hingga dengan 6 juta jiwa, partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu mesti beroleh nada sah paling sedikit 8,5 % di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih selalu lebih berasal dari 6 juta jiwa hingga dengan 12 juta jiwa, partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu mesti beroleh nada sah paling sedikit 7,5 % di provinsi tersebut.

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih selalu lebih berasal dari 12 juta jiwa, partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu mesti beroleh nada sah paling sedikit 6,5 % di provinsi tersebut.

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih selalu hingga dengan 250 ribu jiwa, partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu mesti beroleh nada sah paling sedikit 10 % di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih selalu lebih berasal dari 250 ribu hingga dengan 500 ribu jiwa, partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu mesti beroleh nada sah paling sedikit 8,5 % di kabupaten/kota tersebut.

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih selalu lebih berasal dari 500 ribu hingga dengan 1 juta jiwa, partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu mesti beroleh nada sah paling sedikit 7,5 % di kabupaten/kota tersebut.

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih selalu lebih berasal dari 1 juta jiwa, partai politik atau paduan partai politik peserta pemilu mesti beroleh nada sah paling sedikit 6,5 % di kabupaten/kota tersebut.

Pada perkara ini, Partai Buruh dan Partai Gelora mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 perihal Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

GlobalNews