Anggota Kabinet Prabowo Belum Lapor Harta Kekayaan
Anggota Kabinet Prabowo Belum Lapor Harta Kekayaan
GlobalNews, Anggota – Sebanyak 52 pejabat di Kabinet Merah Putih belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN. Jumlah berikut mencakup menteri atau kepala lembaga setingkat menteri, wakil menteri, sampai utusan presiden.
Berdasarkan knowledge Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berasal dari total 52 anak buah Prabowo Subianto yang belum melapor, 16 di antaranya merupakan menteri atau kepala lembaga setingkat menteri. Sementara itu, berasal dari 57 wakil menteri, baru 30 orang yang memenuhi kewajiban, tetapi 27 lainnya masih belum.
“Dari 57 wakil menteri/wakil kepala lembaga setingkat menteri, 30 telah lapor LHKPN tetapi 27 belum lapor,” ujar Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di dalam keterangannya, Rabu, 4 Desember 2024.
Adapun untuk utusan khusus, penasihat, dan staf khusus, berasal dari 15 pejabat yang diwajibkan melapor, cuma 6 yang telah menyerahkan LHKPN, kala 9 sisanya belum.
Secara keseluruhan, berasal dari 124 pejabat Kabinet Merah Putih yang kudu menyerahkan LHKPN, baru 72 orang yang telah melapor, kala 52 lainnya masih belum memenuhi kewajiban tersebut.
Peneliti berasal dari Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman mengingatkan bahwa pelaporan LHKPN merupakan kewajiban sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengimbuhkan kala maksimal tiga bulan sehabis pelantikan pejabat.
“Memang sebaiknya para penyelenggara negara yang ada di di dalam Kabinet Merah Putih ini langsung melaporkan LHKPN. Itu merupakan kewajiban sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 99,” kata Zaenur kepada Liputan6.com, Kamis, (5/12/2024).
“Memang diatur lebih lanjut di di dalam Perkom KPK, ada batas kala maksimal 3 bulan sehabis dilantik,” tambahnya.
Namun, Zaenur mengingatkan supaya kritik terhadap pejabat yang belum melapor kala ini tetap proporsional, mengingat batas kala pelaporan belum terlampaui. “Saat ini sesungguhnya belum lewat batas waktu, namun kita mengingatkan supaya mereka langsung lapor supaya tidak melalui batas waktu. Kalau sampai terlewat waktunya, itu tunjukkan lemahnya komitmen tidak transparan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Zaenur mengutarakan bahwa tidak benar satu rintangan utama di dalam pelaporan LHKPN adalah ketiadaan sanksi tegas bagi pejabat yang lalai melapor atau mengimbuhkan informasi yang tidak benar.
“LHKPN ini akan menjadi instrumen yang efisien kecuali disertai bersama sanksi yang tegas dan keras. Problemnya itu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 99 itu tidak berikan sanksi yang mengerti disaat tidak lapor, atau lapor namun isi laporannya tidak benar,” tuturnya.
Sarana Deteksi Penyimpangan
Ia juga mengutamakan bahwa pelaporan LHKPN mampu berfaedah sebagai alat atau sarana untuk mendeteksi potensi penyimpangan, terlebih kecuali ada ketidaksesuaian antara harta yang dilaporkan bersama model hidup.
“Kalau ada perbedaan secara drastis antara harta yang dilaporkan bersama model hidupnya, bersama harta yang dimiliki, yang diketahui, nah itu lantas mampu menjadi tidak benar satu indikasi ada irregularity,” jelasnya.
Untuk itu, Zaenur menilai bahwa Presiden Prabowo Subianto kudu menyita langkah nyata di dalam menegaskan pelaporan LHKPN oleh bagian kabinetnya.
“Presiden kudu menyita sikap untuk mengawasi. Saya katakan tadi, lewat Setneg bisa, Seskab bisa, KSP bisa. Yang belum lapor diingatkan supaya langsung lapor,” ungkapnya.
Namun, ia ulang mengutamakan bahwa kritik keras baru pantas dilontarkan kecuali pejabat melalui batas kala pelaporan.
“Sehingga saya juga berkenan fair, saya tidak mengidamkan juga keluar tidak adil, tidak fair, atau lebih-lebih saya keluar bodoh disaat mengkritik padahal waktunya belum lewat,” pungkasnya.
Jaga Komitmen Pemerintah Terhadap Nilai Anti-Korupsi
Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, menegaskan pentingnya Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai upaya merawat komitmen pemerintah terhadap nilai-nilai anti-korupsi, transparansi, dan akuntabilitas.
Hal ini sebagaimana tercantum di dalam ketentuan UU No. 28 Tahun 1999 berkenaan Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas berasal dari KKN.
“Setiap penyelenggara negara kudu untuk melaporkan dan memberitakan harta kekayaan, serta bersedia dicek berkenaan kekayaannya, baik sebelum, selama, maupun sehabis menjabat,” kata Diky kepada Liputan6.com, Kamis (5/12/2024).
Ia menambahkan, kewajiban ini dipertegas lewat Peraturan KPK No. 2 Tahun 2020, yang mengimbuhkan batas kala maksimal tiga bulan bagi pejabat untuk melapor sejak dilantik.
“Ketentuan ini lantas dipertegas bersama Peraturan KPK No. 2 Tahun 2020, yang juga di antaranya mengatakan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara untuk melaporkan LHKPN terhadap kala pertama kali menjabat, maksimal 3 bulan, juga sejak penyelenggara negara berikut diangkat,” tambahnya.
Diky menilai, berdasarkan ketentuan tersebut, telah semestinya 52 pejabat di Kabinet Merah Putih langsung memberikan LHKPN kepada KPK. Terlebih, LHKPN merupakan tidak benar satu instrumen perlu di dalam langkah awal pencegahan korupsi.
“Sikap acuh 52 orang berikut juga tunjukkan ketiadaan komitmen untuk menjunjung tinggi nilai anti korupsi dan integritas, terlebih transparansi dan akuntabilitas berasal dari pemerintahan Prabowo,” imbuhnya.
Atas keadaan ini, ICW mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menegur para pembantunya di level menteri, wakil menteri, kepala lembaga, sampai utusan presiden yang belum melaporkan LHKPN, sekaligus mendesak mereka langsung merampungkan kewajiban tersebut.
“Hal ini perlu untuk merawat marwah pemerintahan Prabowo, terlebih komitmen anti korupsinya,” pungkas Diky.
Senada, Pakar Hukum Tata Negara, Herdiansyah Hamzah, menyoroti pentingnya pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai indikator awal komitmen anti korupsi di pemerintahan.
Menurutnya, ketidakpatuhan sejumlah pejabat Kabinet Merah Putih di dalam melaporkan LHKPN mampu menghidupkan pertanyaan nyata-nyata berkaitan janji pemberantasan korupsi yang selama ini digaungkan Presiden Prabowo Subianto.
“LHKPN itu masih memadai efektif. Kalau urusan LHKPN saja belum tertib, belum taat dilakukan, bagaimana lantas komitmen itu dipertanyakan kepada menteri-menteri Prabowo, juga ke Prabowo sendiri,” kata Herdiansyah kepada Liputan6.com, Kamis (5/12/2024).
Ia mengingatkan bahwa Prabowo di dalam sebagian peluang sering mengutamakan pentingnya pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama pemerintahannya. Hal ini tercermin di dalam berbagai pidatonya yang berkomitmen memasang isu pemberantasan korupsi sebagai agenda utama.
“Apalagi di dalam sebagian kesempatan, Prabowo itu berkoar-koar bagaimana urusan korupsi itu menjadi urusan yang kudu dinomorsatukan di di dalam pemerintahannya ke depan,” ujarnya.
“Nah, kecuali lantas ada lebih-lebih 50-an menteri atau di di dalam jajaran Kabinetnya belum melaporkan LHKPN, bagaimana kita berpikiran itu perihal yang serius?” Hamzah menandasi.
Gus Miftah dan Raffi Ahmad Belum Lapor LHKPN
Sebelumnya, Selebritas Raffi Ahmad masuk di dalam jajaran Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto yang sampai kini belum melaporkan harta kekayaannya di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
“Raffi Ahmad belum lapor (LHKPN),” ujar Tim Jubir KPK, Budi Prasetyo kala dikonfirmasi, Kamis (5/12/2024).
Namun, Budi mengatakan Raffi tengah berkonsultasi bersama pihak LHKPN KPK supaya nantinya mampu isi form harta kekayaannya itu.
Selain Raffi, Utusan Khusus Presiden Prabowo lainnya yaitu pendakwah kondang Gus Miftah juga sampai kini tak kunjung melaporkan harta kekayaannya juga.
“Yang bersangkutan belum lapor LHKPN,” ujar Budi.
Budi mengatakan di jajaran utusan khusus Prabowo yang sampai kala ini belum melaporkan harta kekayaannya sebanyak 9 orang, kala 6 orang lainnya telah dinyatakan melapor harta kekayaannya.
Padahal sebelumnya Raffi mengaku siap untuk melaporkan harta kekayaannya.
“Iya, nanti kita akan melaporkan juga LKHPN-nya,” kata Raffi kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat usai pelantikan, Selasa, 22 Oktober 2024 lalu.
Sebagai informasi, LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, adalah dokumen fisik atau elektronik yang berisi laporan rinci berkenaan harta kekayaan, aset pribadi, penerimaan, dan pengeluaran punya penyelenggara negara.
Laporan ini berada di bawah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kudu disampaikan kepada lembaga berikut untuk didaftarkan dan diperiksa.
Tujuannya adalah mewujudkan penyelenggara negara yang menaati komitmen transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran, serta terbebas berasal dari praktek korupsi, kolusi, nepotisme, dan tindakan tercela lainnya.