BMKG Peringatkan Waspada Cuaca Ekstrem di Jabodetabek
BMKG Peringatkan Waspada Cuaca Ekstrem di Jabodetabek

GlobalNews – Hujan ekstrem yang mengguyur wilayah Jabodetabek beberapa saat lantas membawa dampak banjir di puluhan titik, lebih-lebih tanah longsor pun turut menghantam. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebenarnya tak tinggal diam.
Mereka telah memprediksi hujan yang tetap mengguyur sepanjang musim kemarau. Prediksi curah hujan bulanan perlihatkan anomali yang telah terjadi sejak Mei 2025 bakal berlanjut, bersama dengan curah hujan di atas normal terjadi di beberapa besar wilayah Indonesia sampai Oktober 2025.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, perlihatkan bahwa sampai akhir Juni 2025, baru sekitar 30 % wilayah Zona Musim yang mengalami peralihan ke musim kemarau. Menurut dia, ada alasan di balik anomali cuaca ini.
“Melemahnya Monsun Australia yang berasosiasi bersama dengan musim kemarau turut membawa dampak suhu muka laut di selatan Indonesia selalu hangat dan perihal ini berkontribusi terhadap terjadinya anomali curah hujan tersebut,” kata dia dalam keterangannya yang dikutip Rabu (9/7/2025).
Kemunduran musim kemarau th. ini disebabkan oleh lemahnya Monsun Australia dan tingginya suhu muka laut di selatan Indonesia. Kedua faktor ini menaikkan kelembaban udara dan membawa dampak terbentuknya awan hujan, meski saat ini semestinya merupakan periode kering.
Kondisi diperparah oleh fenomena atmosfer aktif layaknya Madden-Julian Oscillation (MJO) dan juga gelombang ekuator Kelvin dan Rossby, yang mendorong pembentukan awan konvektif dan menaikkan potensi hujan lebat.
“Kendati ENSO dan IOD berada dalam fase netral dan diperkirakan selalu netral sampai akhir tahun, curah hujan di atas normal tetap tetap terjadi di beberapa besar wilayah Indonesia sejak Mei dan diperkirakan terjadi sampai Oktober 2025,” jelas Dwikorita.
Menurutnya, dampak dari keadaan ini mulai terasa, ditandai hujan ekstrem terhadap 5 dan 6 Juli lalu. Hujan bersama dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari tercatat di Bogor, Mataram, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, dan sejumlah wilayah Jabodetabek, yang membawa dampak banjir, longsor, pohon tumbang, dan masalah kesibukan masyarakat.
Dwikorita menambahkan, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini cuaca mingguan yang diperbarui tiap-tiap 3 sampai 6 jam menjelang kejadian. Informasi ini disebarkan melalui aplikasi InfoBMKG, sarana sosial, WhatsApp Group, dan kanal resmi lainnya. BMKG terhitung tetap berkoordinasi bersama dengan BNPB, BPBD, operator transportasi, dan lembaga teknis untuk mengantisipasi risiko lanjutan.
Selain itu, gelombang Kelvin yang aktif dan terpantau melintas di pesisir utara Jawa, disertai bersama dengan pelambatan dan juga belokan angin di wilayah barat dan selatan Jawa, membawa dampak penumpukan massa udara. Kondisi ini diperkuat oleh konvergensi angin dan tingginya labilitas atmosfer lokal, yang membawa dampak percepatan pertumbuhan awan hujan.
Sementara itu, berdasarkan pemantauan iklim global, BMKG bersama dengan sejumlah pusat iklim internasional memprediksi bahwa fenomena ENSO (pemanasan suhu muka laut di Samudra Pasifik) dan IOD (di Samudra Hindia) bakal selalu berada dalam fase netral sampai akhir semester ke dua th. 2025.
Dengan demikian, beberapa wilayah Indonesia dipastikan bakal mengalami curah hujan di atas normal biarpun sedang berada dalam periode musim kemarau—kondisi yang dikenal sebagai kemarau basah.
Kondisi ini sejalan bersama dengan prediksi BMKG terhadap Maret 2025, yang menyebutkan bahwa awal musim kemarau bakal mundur di sekitar 29 % Zona Musim (ZOM), khususnya di wilayah Lampung, beberapa besar Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Terus Berkoordinasi
BMKG mengingatkan bahwa cuaca ekstrem tetap berpotensi terjadi dalam sepekan ke depan di sejumlah wilayah, khususnya di anggota barat dan sedang Pulau Jawa, terhitung Jabodetabek; Kalimantan Timur; Sulawesi Selatan dan sekitarnya; Nusa Tenggara Barat terhitung Mataram; Maluku anggota tengah; dan juga Papua anggota sedang dan utara.
“Kemudian periode 10-12 Juli 2025, potensi hujan penting diperkirakan bakal bergeser ke wilayah Indonesia anggota sedang dan timur sejalan bersama dengan pergeseran masalah atmosfer dan distribusi kelembaban tropis,” jelas Dwikorita.
Menanggapi keadaan tersebut, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca, Tri Handoko Seto, mengemukakan bahwa BMKG tetap berkoordinasi bersama dengan BNPB, BPBD, operator transportasi, dan berbagai pihak terkait. Salah satu cara yang dikerjakan adalah melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk meminimalkan dampak cuaca ekstrem terhadap masyarakat.
“Operasi Modifikasi Cuaca di DKI Jakarta dan Jawa Barat dikerjakan mulai hari ini dan direncanakan sampai tanggal 11. Tentu nanti kita bakal lihat pertumbuhan cuacanya. Kami tetap berkoordinasi bersama dengan Pemda dan BNPB sebagai pihak yang sedia kan anggaran,” jelasnya.
BMKG mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan siaga hadapi potensi hujan lebat yang mampu disertai petir dan angin kencang. Masyarakat terhitung diminta mewaspadai risiko bencana hidrometeorologi layaknya banjir, tanah longsor, pohon tumbang, banjir bandang, dan masalah terhadap transportasi.